Jumat, 07 Juni 2013



        I.            PEMBAHASAN
Memahami hermeneutika
Definisi umum hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti.
Menurut Josepth Bleicher hermeneutika di bagi menjadi tiga :
1.       Hermeneutika teory
Memusatkan bagaimana yang di inginkan pengarang (authur) dari teks
2.       Hermeneutika fhilosopy
Lebih mendalam tidak hanya dalam dunia teks tetapi juga dunia pengarang di dunia pembacanya
3.       Hermeneutika kritis
Sebenarnya sama dengan hermeneutika fhilosopy, tetapi karyanya lebih mendalam, hermeneutika kritis ini menjadi wadah kritik hermeneutika dari oaring-orang.

Sebagai sebuah tawaran metedologi baru bagi pengkajia kitab suci, keberadaan hermineutika tidak bisa dielakan dari dunia kitab suci alquran. Menjamurnya berbagai literatur ilmu tafsir kontemporer yang menawarkan hermineutika sebagai fariabel metode pemahaman alquran menunjukan betepa daya tarik hermeneutika emang luar biasa.
Apa yang dilakukuan oleh fazlurrahman, arkoun, abu zayd yang lainnya adalah contoh-contoh bagaimana mengolah alquran dengan hermineutika. Hermineutika, sebagai mana disebut diatas, pada dasarnya merupakan suatu metode penefsiran yang berangkat dari analisa bahasa dan kemudian melangkah kepada analisa kontek, untuk selanjutnya menarik makna yang di dapat kedalam dan waktu saat pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.
Tema-tema makki dan madani, asbabunnuzul, juga nasikh mansuh secara langsung atau  tidak langsung menunjukan perhatian adanya perbedaan konteks yang mempengaruhi pemaknaanberdasarkan pembagian hermeneutika. Ulumul quran hanya memenuhi jenis yang pertama yaitu telah memiliki kesadaran pentingnya konteks sebagai salah satu penggalian makna teks kesadaran konteks saja. Tidak cukup dalam bhasa hermeneutika dengan kesadaran konteks saja yang tejada hannyalah sekedar reproduksi makna lama kedalam ruang dan waktu massa kini mungkin masih relevan tapi kebannyakan tidaklah demikian untuk mengatasi itu yang berhenti kepada konteks ini adalah dengan menambahkan variable konteks tualisasi yang bisa menjawab ”bagaimana agar teks yang diproduksi dan berasal dari masa lalu bisa dipahami dan bermanfaat untuk masa kini”.
Sampai disini harus ditegaskan bahwa jalur teks-konteks-konteks tualisasi hendaknya diaplikasikan secara dialektis-dialogis dan berkesinambungan agar tidak keluar dari maksut dan spirit teks yang sebenarnya.

Anti hermeneutika antara yang pobio dan yang ilmiah
Identitas dan pluralitas, dua unsure utama dalam kehidupan ini dapat dikatakan merupakan pangkal berbagai problema manusia paska modern.
Problem identitas dan propluralitas ini pun tidak bisa di hindari juga melanda umat islam maupun tidak umat islam seakan di paksa untuk merumuskan kembali keberadaan dirinya di tengah gempuran kenyataan bahwa ada banyak yang lain di luar dirinya selama ini tidak di sadari, termasuk pula banyaknya tantangan isu dan wawasan baru yang mencoba menggugat rumusan identitas lama yang selama ini kukuh di pegangi sebagai harus seperti itu adalah hermeneutika ada yang menolak ada juga yang menyambutnya.
Argumen-argumen anti hermeneutika
 Salah satu dampak dan pendekatan hermeneutika secara umum adalah bernalar antroposentris. Kenyataan antroposentris inilah yang biasanya di tentang oleh banyak umat beragama karena betapa pun semesta pemikiran dan perilaku, keberagamaan adalah dunia sakralitas dan tabu-tabu yang di asosiasikan dengan dimensi illahi, sehingga pusatnya Tuhan bukan manusia. Sehingga pendekatan hermeneutika di pandang akan menghilangkan sakralitas teks. Sebenarnya teks yang sacral biarlah tetap di sakralkan, namun cara manusia memahami dan hasil pemahaman jelas tidak sacral,karena factor konteks dan kontekstualisasi akan selalu mempengaruhi.
Adalagi kritik  yang lebih tajam dan bernuansa ilmiah yaitu kritik asumsi pluralitas pemahaman hermeneutika yang memunculkan bahwa hermeneutika tidak ada kebenaran yang obyektif, semua tergantung ruang dan waktu untuk menjawab pernyataan tersebut. Hermeneutika pada dasarnya hanyalah mengekporealitas yang sebenarnya dan proses pemahaman dan penafsiran yang di lakukan manusia disadari manusia atau tidak, seseorang yang memahami itu pasti terkondisikan oleh konteks-konteks yang berhubungan dengan dirinya baik psikologis maupun konteks budaya-budaya tempat ia tinggal. Dalam hal ini kiranya tidak tepat jika kata relative tersebut di terjemahkan sebagai “ tidak ada” atau “ tidak pasti” namun terjemahan tepatnya mungkin “tergantung”.
Problem utama yang bisa di kritik oleh hermeneutika adalah ketika sebuah pemahaman merupakan pengaruh konteksnya sendiri dan mengklain bahwa pemahamannya adalah yang “final” dan “pasti” dalam segala ruang dan waktu.
Perkelahian pemaknaan seputar jargan kembali kepada Al-Qur’an Hadist “ kutinggalkan untukmu dua hal  jika berpegang pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selamanya kitab Allah dan sunnah Rasulnya. Demikian kurang lebih bunyi sebuah hadist.
Dalam pengertian yang global dan ideal, persoalan berpegang pada Al-Qur’an Hadist ini sebenarnya NO PROBLEM karena sebagai dasar normative setiap orang yang mengakui “muslim” keberadaan Al-Qur’an dan Hadist sebagai hudan dan furqon bagi manusia tidak di sanksikan lagi. Tidak mengharamkan apabila di kalangan umat islam muncul sebuah jargan ideal  ketika menghadapi apapun problem kehidupan yaitu kembali kepada Al-Quran dan Hadist.

author . lathif

0 komentar :

Posting Komentar