I.
PEMBAHASAN
Memahami hermeneutika
Definisi umum hermeneutika
adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan
mengerti.
Menurut Josepth Bleicher
hermeneutika di bagi menjadi tiga :
1.
Hermeneutika
teory
Memusatkan bagaimana yang di inginkan pengarang (authur)
dari teks
2.
Hermeneutika
fhilosopy
Lebih mendalam tidak hanya dalam dunia teks tetapi juga
dunia pengarang di dunia pembacanya
3.
Hermeneutika
kritis
Sebenarnya sama dengan hermeneutika fhilosopy, tetapi karyanya
lebih mendalam, hermeneutika kritis ini menjadi wadah kritik hermeneutika dari
oaring-orang.
Sebagai sebuah tawaran metedologi baru bagi pengkajia
kitab suci, keberadaan hermineutika tidak bisa dielakan dari dunia kitab suci
alquran. Menjamurnya berbagai literatur ilmu tafsir kontemporer yang menawarkan
hermineutika sebagai fariabel metode pemahaman alquran menunjukan betepa daya
tarik hermeneutika emang luar biasa.
Apa yang dilakukuan oleh fazlurrahman, arkoun, abu zayd
yang lainnya adalah contoh-contoh bagaimana mengolah alquran dengan
hermineutika. Hermineutika, sebagai mana disebut diatas, pada dasarnya
merupakan suatu metode penefsiran yang berangkat dari analisa bahasa dan
kemudian melangkah kepada analisa kontek, untuk selanjutnya menarik makna yang
di dapat kedalam dan waktu saat pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.
Tema-tema makki dan madani, asbabunnuzul, juga nasikh
mansuh secara langsung atau tidak
langsung menunjukan perhatian adanya perbedaan konteks yang mempengaruhi
pemaknaanberdasarkan pembagian hermeneutika. Ulumul quran hanya memenuhi jenis
yang pertama yaitu telah memiliki kesadaran pentingnya konteks sebagai salah
satu penggalian makna teks kesadaran konteks saja. Tidak cukup dalam bhasa
hermeneutika dengan kesadaran konteks saja yang tejada hannyalah sekedar
reproduksi makna lama kedalam ruang dan waktu massa kini mungkin masih relevan
tapi kebannyakan tidaklah demikian untuk mengatasi itu yang berhenti kepada
konteks ini adalah dengan menambahkan variable konteks tualisasi yang bisa
menjawab ”bagaimana agar teks yang diproduksi dan berasal dari masa lalu bisa
dipahami dan bermanfaat untuk masa kini”.
Sampai disini harus ditegaskan bahwa jalur
teks-konteks-konteks tualisasi hendaknya diaplikasikan secara dialektis-dialogis
dan berkesinambungan agar tidak keluar dari maksut dan spirit teks yang
sebenarnya.
Anti hermeneutika antara yang pobio dan yang ilmiah
Identitas dan pluralitas, dua unsure utama dalam
kehidupan ini dapat dikatakan merupakan pangkal berbagai problema manusia paska
modern.
Problem identitas dan propluralitas ini pun tidak bisa
di hindari juga melanda umat islam maupun tidak umat islam seakan di paksa
untuk merumuskan kembali keberadaan dirinya di tengah gempuran kenyataan bahwa
ada banyak yang lain di luar dirinya selama ini tidak di sadari, termasuk pula
banyaknya tantangan isu dan wawasan baru yang mencoba menggugat rumusan
identitas lama yang selama ini kukuh di pegangi sebagai harus seperti itu
adalah hermeneutika ada yang menolak ada juga yang menyambutnya.
Argumen-argumen anti hermeneutika
Salah satu dampak
dan pendekatan hermeneutika secara umum adalah bernalar antroposentris.
Kenyataan antroposentris inilah yang biasanya di tentang oleh banyak umat
beragama karena betapa pun semesta pemikiran dan perilaku, keberagamaan adalah
dunia sakralitas dan tabu-tabu yang di asosiasikan dengan dimensi illahi,
sehingga pusatnya Tuhan bukan manusia. Sehingga pendekatan hermeneutika di
pandang akan menghilangkan sakralitas teks. Sebenarnya teks yang sacral biarlah
tetap di sakralkan, namun cara manusia memahami dan hasil pemahaman jelas tidak
sacral,karena factor konteks dan kontekstualisasi akan selalu mempengaruhi.
Adalagi kritik
yang lebih tajam dan bernuansa ilmiah yaitu kritik asumsi pluralitas
pemahaman hermeneutika yang memunculkan bahwa hermeneutika tidak ada kebenaran
yang obyektif, semua tergantung ruang dan waktu untuk menjawab pernyataan
tersebut. Hermeneutika pada dasarnya hanyalah mengekporealitas yang sebenarnya
dan proses pemahaman dan penafsiran yang di lakukan manusia disadari manusia
atau tidak, seseorang yang memahami itu pasti terkondisikan oleh
konteks-konteks yang berhubungan dengan dirinya baik psikologis maupun konteks
budaya-budaya tempat ia tinggal. Dalam hal ini kiranya tidak tepat jika kata
relative tersebut di terjemahkan sebagai “ tidak ada” atau “ tidak pasti” namun
terjemahan tepatnya mungkin “tergantung”.
Problem utama yang bisa di kritik oleh hermeneutika
adalah ketika sebuah pemahaman merupakan pengaruh konteksnya sendiri dan mengklain
bahwa pemahamannya adalah yang “final” dan “pasti” dalam segala ruang dan
waktu.
Perkelahian pemaknaan seputar jargan kembali kepada
Al-Qur’an Hadist “ kutinggalkan untukmu dua hal
jika berpegang pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selamanya
kitab Allah dan sunnah Rasulnya. Demikian kurang lebih bunyi sebuah hadist.
Dalam pengertian yang global dan ideal, persoalan berpegang pada
Al-Qur’an Hadist ini sebenarnya NO PROBLEM karena sebagai dasar normative
setiap orang yang mengakui “muslim” keberadaan Al-Qur’an dan Hadist sebagai
hudan dan furqon bagi manusia tidak di sanksikan lagi. Tidak mengharamkan
apabila di kalangan umat islam muncul sebuah jargan ideal ketika menghadapi apapun problem kehidupan
yaitu kembali kepada Al-Quran dan Hadist.
author . lathif
author . lathif
0 komentar :
Posting Komentar